Memaknai Ziarah Kubur dan Halal Bihalal
Makna Ziarah Kubur dan Halal Bihalal |
Ziarah Kubur dan Halal Bihalal
Apa
makna ziarah setelah berhari raya? Apa makna halal bihalal setelah hari raya?
Salah satu runtutan kegiatan idul fitri dalam
masyarakat kita adalah ziarah kubur, kendati ada yang melakukanya sebelum
Ramadhan, namun puncak dari tradisi ‘nyekar
initerjadi pada saat hari lebaran tiba.
Sulit dijelaskan secara tekstual ikhwal fenomena
masyarakat yang menjadikan ziarah kubur dilaksanakan secara massal. Apalagi
menghukuminya sebagai budaya atau ritual tahunan.
Sehingga bagi masyarakat
awam, ziarah kubur dipahami sebagai rangkaian terakhir dari ibadah puasa, zakat
fitrah, sholat idul fitri dan halal bihalal.
Padahal secara tekstual dan teologis, ziarah kubur
didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW, “Dulu
aku melarang kalian melakukan ziarah kubur, maka, sekarang berziarahlah, karena
dengan hal itu akan menciptakan sikap zuhud pada dunia dan akan mengingatkan
pada akhirat.” (HR. Ibnu Majah)
Hadits serupa diriwayatkan juga oleh Al-Tirmidzi,
Muslim, Al-Nasai, Abu Daud, dan Ahmad. Dari hadits itu minimal kita dapat
mengambil dua pelajaran.
Pertama, dengan ziiarah kubur Nabi Muhammad SAW sedang
mendidik masyarakat agar tidak memburu kehidupan dunia, tetapi menanamkan sikap
zuhud terhadap semua kenikmatan dunia yang menipu dan melalaikan.
Allah SWT mempertegas :
“Ketahuilah
sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah diantara kamu, serta berbangga-bangga
dengan banyaknya harta an anak....” (QS. Al-Hadid [57]: 20)
Jadi, kehidupan dunia itu hanya perhiasan,
sementara, dan palsu. Sedangkan kematian itu sendiri tidak akan terelakan.
Artinya semua yang kita miliki saat ini akan musnah, kecuali kebaikan yang
sengaja kita tanam.
Dengan begitu, ada kehidupan setelah kematian. Pada
kehidupan setelah kematian itulah terdapat kehidupan yang sebenarnya,
kenikmatan hakiki, dan kesenangan abadi.
Untuk menggapainya, tak ada pilihan
lainn, kita harus melewati pintu kematian.
Kembali Allah tegaskan :
“Tiap-tiap
umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktu (ajal) mereka,
mereka tidak dapat mengundurkannya sesaat pun dan tidak dapat (pula)
memajukannya” (QS.Al-A’raaf[7]:34).
Masalahnya sekarang, sudah siapkah kita apabila
kematian datang menjemput? Kita sejatinya harus selalu dalam keadaan siap.
Malah, orang-orang shaleh memandang kematian bukanlah sesuatu yang harus
ditakuti.
Tetapi sesuatu yang harus disebut dengan suka cita karena kematian
mengantarkan kepada Dzat yang paling dirindukan dengan penuh cinta.
Nah, sedianya ziarah kubur yang kita lakukan berbuah
kesadaran akan kematian yang pasti datang. Bukan sekedar ikut-ikutan, tradisi,
atau meramaikan hari raya.
Kedua, diawal hadits di atas, ada indikasi bahwa
ziarah kubur pernah dilarang oleh Nabi Muhammad SAW, dalam riwayat lain
dijelaskan bahwa kebolehan ziarah kubur itu setelah Allah mengizinkan Nabi
Muhammad SAW menziarahi makam ibunya.
Diriwayatkan oleh Sulaiman bin Buraidah
dari bapaknya,
Rasulullah SAW bersabda :
“Dulu
aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur . Maka telah di izinkan bagi
Muhammad untuk menziarahi makam ibunya. Maka sekarang kalian berziarahlah,
karena hal itu akan mengingatkan kepada hari akhir” (HR. Tirmidzi).
Larangan ziarah kubur bisa dimaknai karena pada awal
Islam , kondisi keberagamaan masyarakat belum mapan secara tauhid. Nabi
khawatir masyarakat memandang Nabi memperbolehkan memohon kepada mereka yang
telah mati dan kepada ruh, karena hal itu bisa berpotensi merusak akidah.
Namun
sejalan dengan perkembangan Islam yang terus maju, terutama masalah akidah,
yang dibolehkannya Nabi Muhammad SAW menziarahi makam ibundanya, maka Nabi pun
membolehkan ziarah kubur bagi umatnya.
Saudaraku....
larangan ziarah kubur itu masih tetap berlaku bila kita masih berkualitas
seperti masyarakat yang dikhawatirkan oleh Nabi. Karena itu, mari mantapkan
akidah sebelum berziarah kubur.
Memaknai
Halal Bihalal
Makna Ziarah Kubur dan Halal Bihalal |
Selain ziarah kubur, tradisi lain umat Indonesia,
selepas sholat Idul Fitri adalah halal bihalal, yaitu saling mengunjungi dan
saling minta maaf dan saling memaafkan, anak kepada orang tua, cucu kepada
kakek dan nenek, adik kepada kakak, umat kepada ulama, hingga bawahan kepada
atasan.
Tidak hanya itu, halal bihalal pun digelar di berbagai tempat, Lembaga
swasta dan pemerintah, kantor, dan perusahaan menetapkannya sebagai ritual
tahunan pasca-lebaran yang tidak boleh ditinggalkan.
Para agamawan mengatakan,
kendati halal bihalal hanya khas Indonesia, tetapi pengaruh positifnya begitu
terasa, baik secara individual maupun kelompok.
Secara Individual, halal bihalal telah mendorong
seseorang untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf atas segala bentuk salah
dan dosa. Kesediaan untuk meminta maaf ini pun kemudian diikuti dengan
keikhlasan untuk memberi maaf.
Pribadi yang tulus memaafkan orang lain,
merasakan hidupnya tanpa beban. Situasi
batin yang selama ini diselimuti dendam dan sakit hati, berubah menjadi
ketentraman dan penuh keteduhan.
Inilah seruan Allah :
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, yaitu
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan (kesalahan) orang lain, Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS.
Al-Imran[3]:133-134).
Kalau kita cermati ayat diatas, cukup beralasan bila
kaum Muslim bersemangat untuk mengadakan halal bihalal. Alasanya, untuk bisa
meraih janji Allah berupa surga yang luasnya seluas langit dan bumi, mereka
telah menebusnya dengan berpuasa, berbagi, lalu berusaha untuk menahan diri dan
mengelola marah.
Namun, tanpa saling memaafkan antar sesama, sesuai dengan ayat
di atas, maka janji Allah tidak akan bisa diraih.
Tentang pentingnya saling memaafkan
ini kembali Allah menegaskan :
“Jadilah
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh” (QS.
Al-A’raaf [7]:199).
Sedangkan secara kelompok, halal bihalal seperti
makna dasarnya, yakni merncairkan yang beku, melepas ikatan yang membelenggu,
dan menyelesaikan kesulitan sangat penting untuk memperbarui hubungan dan
harmoni antar sesama,
Jadi , halal bihalal merupakan ekspresi kerinduan manusia
untuk saling menyayangi, mencairkan kebekuan, melepas belenggu, dan memperoleh
kembali energi ruhaniah yang selama ini telah habis terkuras.
Tetapi ada yang harus kita perhatikan bahwa halal
bihalal bukanlah tempat untuk memamerkan kekayaan, kemewahan, pangkat dan
kedudukan, keberhasilan keluarga, termasuk keturunan. Sekiranya ini pernah
terlintas di dalam benak kita, cobalah kita hindari.
Kalau memang kita sudah
berhasil, punya kedudukan dan memiliki kekayaan, sebaiknya kita bantu
saudara-saudara kita.
Makna Ziarah Kubur dan Halal Bihalal |
Datangi orang-orang yang tak mampu lagi untuk bekerja,
guru-guru kita dahulu, orang-orang tua, termasuk para ulama yang tetap
konsisten mengajarkan agama di tengah kesulitan hidup yang mendera.
Termasuk,
bantulah Masjid dan Madrasah tempat di mana dahulu kita pernah tidur, bermain,
dan belajar.
Bila ada keluarga yang anaknya putus sekolah,
cobalah bantu, atau bila ada saudara
yang punya kemampuan, tetapi belum terserap pasar kerja, berilah dia kesempatan
mengembangkan diri untuk bekerja di perusahaan yang kita kelola,
Jadi , halal
bihalal adalah ziarah spiritual yang berdimensi sosial.
Tradisi lama yang penuh
makna....
0 Response to "Memaknai Ziarah Kubur dan Halal Bihalal"
Post a Comment